Kamis, 25 Oktober 2012



TAKTIK MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA
Secara sederhana, mengelola keuangan keluarga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan merencanakan keuangan untuk  mencapai tujuan keuangan keluarga.  Tujuan keuangan keluarga, sama artinya dengan tujuan keuangan bersama suami/istri, yaitu bagaimana agar kita mampu hidup memadai dan memberikan rasa aman serta kepastian bagi masa depan keluarga kita.
Kesalahan besar yang umumnya dilakukan orang adalah tidak mengelola keuangan keluarga secara lengkap.  Padahal kita tidak bisa menutup mata bahwa kebutuhan hidup yang memerlukan pengeluaran dana sangatlah beragam, mulai dari pengeluaran yang bersifat rutin, juga pengeluaran yang sifatnya tidak terduga.
Karenanya penting untuk mengetahui taktik mengelola keuangan keluarga secara lengkap dan bijak.  Jika tidak, berapapun penghasilan yang kita miliki, kita bisa kena Over Spending Salary Syndrome yang membuat kantong bolong sebelum akhir bulan, dan bersiaplah menghadapi datangnya prahara ekonomi dalam keluarga!
Bagi Anda yang sedang berfikir untuk menghindari prahara tersebut, berikut adalah kiatnya:

Mempersiapkan Dana Darurat
            Syarat utama sebelum seseorang mulai membuat perencanaan keuangan, adalah membentuk dana darurat.  Dana darurat adalah tabungan yang hanya dipakai untuk keadaan darurat atau situasi yang terjepit. Misalnya, antisipasi bila terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan biaya rumah sakit atau perbaikan kendaraan yang ongkosnya lebih besar daripada tanggungan asuransi, atau musibah yang dialami famili dekat.  Jadi harus dipisahkan dari tabungan yang dipakai untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah tidak melakukan investasi yang beresiko tinggi jika belum memiliki dana darurat. Karena bila terjadi kerugian, bisa menimbulkan kebangkrutan dan belitan utang yang berkepanjangan.
Besarnya jumlah dana darurat ideal, bagi yang berpenghasilan tetap maupun yang berpenghasilan tidak tetap adalah:
1.    Untuk yang belum berkeluarga dan berpenghasilan tetap , minimal 3 (tiga) kali dari penghasilan sebulan.
Misalnya: Penghasilan sebulan  : Rp 2.600.000,-
maka, dana darurat yang harus disediakan: 3 x Rp 2.600.000,- = Rp 7.800.000,-
2.    Untuk yang belum berkeluarga dan berpenghasilan tidak tetap , minimal 3 (tiga) kali dari pengeluaran  sebulan.
Misalnya: Pengeluaran sebulan  : Rp 2.600.000,-
maka, dana darurat yang harus disediakan: 3 x Rp 2.600.000,- = Rp 7.800.000,-
3.    Untuk yang sudah berkeluarga dan berpenghasilan tetap, minimal 6 (enam) kali dari penghasilan sebulan.
4.    Untuk yang sudah berkeluarga dan berpenghasilan tidak tetap, minimal 6 (enam) kali dari pengeluaran  sebulan.
5.    Untuk keluarga besar dan berpenghasilan tetap, minimal 9 – 12 kali dari penghasilan sebulan.
6.    Untuk keluarga besar dan berpenghasilan tidak tetap, minimal 9 – 12 kali dari pengeluaran  sebulan.  Yang dimaksud dengan keluarga besar adalah keluarga yang memiliki lebih dari dua anak, atau bisa saja kurang dari dua anak, tetapi harus menanggung kedua orang tuanya/famili dekat.
Dana darurat sebaiknya diinvestasikan pada instrumen yang mudah diakses dan liquid (cepat dicairkan), seperti: tabungan, deposito dan reksadana pasar uang.

Mempersiapkan Mental
Langkah berikutnya yang perlu dipersiapkan adalah merubah sikap mental dari sikap boros menjadi hemat.  Agar kita menjadi hemat, lakukan hal berikut:
Sebelum mengeluarkan uang untuk sesuatu hal, tanyakan pada hati kecil: Apakah kita memang membutuhkan hal tersebut? Jika jawabannya iya, lanjutkan kepertanyaan berikutnya: Apakah kebutuhan itu bisa ditunda? Kalau bisa, jangan keluarkan uang tersebut dari dompet kita!

Menentukan Pengeluaran Bulanan
Untuk menentukan besarnya jumlah pengeluaran sebulannya, perlu difikirkan dan didiskusikan bersama pasangan secara realistis untuk masing-masing pos pengeluaran.
Sedangkan berapa jumlah uang yang harus dialokasikan bagi masing-masing pos pengeluaran, para pakar menyarankan agar membagi penghasilan yang diperoleh setiap bulannya sebagai berikut:
1.    Sisakan 30% untuk cicilan rutin, misalnya cicilan kendaraan, rumah, bank, asuransi dan sejenisnya.  Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai kita memiliki cicilan setiap bulannya melebihi 30% dari penghasilan yang diperoleh.
2.    Gunakan 30% - 50% untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti: transportasi, gaji pembantu, kebutuhan sehari-hari, rekreasi, belanja bulanan dan sejenisnya.  Bila alokasi penghasilan yang diperoleh dipakai untuk pos ini masih di bawah 50%, berarti kita sudah tergolong kalangan yang hidup memadai.  Tetapi, bila penghasilan setiap bulannya lebih dari 50% terpakai untuk pos ini, maka kita perlu mengkaji lagi pola pengeluaran kita.  Karena aspek inilah yang bisa dikontrol, sementara  aspek pendapatan   sangat bergantung pada banyak hal.  Kecuali bila kita memiliki banyak kegiatan lain yang bisa memberikan tambahan penghasilan.
3.    Sisa dari alokasi tersebut, sekitar 20% - 40%, gunakan untuk menabung dan investasi.  Yang perlu diperhatikan adalah makna menabung di sini, benar-benar menyimpan uang “lebih” di bank yang tidak dimaksudkan untuk ditarik setiap saat.  Oleh karena itu, bila saat ini kita baru memiliki satu jenis tabungan, mungkin plus kartu ATM, maka ada baiknya mempertimbangkan untuk membuka satu rekening tabungan lagi yang tujuannya benar-benar untuk menabung, tanpa dikotak-katik, paling tidak dalam kurun waktu tertentu.  Dengan demikian kita minimal memiliki dua rekening tabungan.  Untuk rekening tabungan pertama, terserah kita, namun untuk rekening tabungan kedua, sebaiknya dibuka pada bank yang memberikan bunga tinggi, tanpa perlu memiliki kartu ATM dan setiap bulan kita tempatkan uang di rekening itu dalam jumlah tertentu secara rutin.  Dan kita juga bisa lho, menempatkan dana darurat di rekening tabungan ini.  Terakhir, jika kondisi keuangan memadai, mungkin setiap bulan kita bisa sisihkan untuk melakukan investasi.  Tetapi jika kondisi keuangan belum memadai, kita bisa menempatkan uang untuk investasi tersebut ke rekening tabungan yang tidak bisa diganggu gugat.  Setelah kurun waktu tertentu dan terkumpul cukup banyak, barulah mulai melakukan investasi, baik di pasar modal maupun alternatif investasi lainnya. Jika kita investor pemula, pilihlah jenis investasi yang resikonya reltif rendah. Kalau di instrumen di pasar modal, kita bisa memulai dulu dengan membeli reksadana.  Di Luar itu, kita juga bisa mencoba membeli perhiasan emas, coin/ batangan emas, tanah, properti atau investasi lainnya.


Membuat Rekening Penampung
Bagi Anda yang berpenghasilan tidak tetap, seperti: seniman, pebisnis, wirausahawan dan sejenisnya, diperlukan membuat rekening tambahan yaitu rekening penampung.  Fungsinya adalah untuk menutup defisit anggaran manakala penghasilan yang diperoleh di bulan tertentu lebih kecil dari pengeluaran bulanan.  Sebaliknya bila penghasilan pada bulan tertentu lebih besar dari pengeluaran bulanan, sisanya dapat digunakan untuk mengembalikan posisi dana di rekening penampung sesuai dengan jumlah asal.  Hal ini dilakukan mengingat penghasilan yang diperoleh dari orang yang berpenghasilan tidak tetap adalah tidak menentu, adakalanya besar dan adakalanya sebaliknya. 
Besarnya tabungan yang di simpan di rekening penampung ini dapat ditentukan dengan rumus: 2 kali jumlah (Tabungan rutin + cicilan rutin + pengeluaran rutin – penghasilan minimum).  Yang dimaksud dengan penghasilan minimum adalah penghasilan yang bisa didapat dalam kondisi normal.  Pada kalangan profesional, wirausahawan atau pebisnis, biasanya dapat memprediksi bahwa dalam setiap  bulan ada penghasilan minimum tertentu yang bisa diperoleh.  Ada istilah “seapes-apesnya atau sesial-sialnya bisa dapat sekian”.  Prediksi ini biasanya masih di bawah kebutuhan untuk pengeluaran bulanan. 
Rekening penampung ini sebaiknya di simpan pada bank yang memiliki fasilitas ATM.  Yang perlu diingat, dana yang terdapat pada rekening ini harus terus diupayakan stabil jumlahnya sesuai dengan rumus di atas.
Pada akhirnya, mengelola keuangan keluarga adalah suatu cara bagaimana mengendalikan keuangan demi kesejahteraan hidup.  Perlu diingat pula, sebuah rencana tidak cukup hanya dibuat tetapi juga perlu dijalankan dan dievaluasi pelaksanaanya secara rutin, minimal setahun sekali.  Silahkan Anda renungkan.

Tidak ada komentar: