TAKTIK MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA
Secara sederhana, mengelola keuangan
keluarga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan merencanakan keuangan
untuk mencapai tujuan keuangan
keluarga. Tujuan keuangan keluarga, sama
artinya dengan tujuan keuangan bersama suami/istri, yaitu bagaimana agar kita
mampu hidup memadai dan memberikan rasa aman serta kepastian bagi masa depan
keluarga kita.
Kesalahan besar yang umumnya dilakukan
orang adalah tidak mengelola keuangan keluarga secara lengkap. Padahal kita tidak bisa menutup mata bahwa
kebutuhan hidup yang memerlukan pengeluaran dana sangatlah beragam, mulai dari
pengeluaran yang bersifat rutin, juga pengeluaran yang sifatnya tidak terduga.
Karenanya penting untuk mengetahui taktik
mengelola keuangan keluarga secara lengkap dan bijak. Jika tidak, berapapun penghasilan yang kita
miliki, kita bisa kena Over Spending
Salary Syndrome yang membuat kantong bolong sebelum akhir bulan, dan
bersiaplah menghadapi datangnya prahara ekonomi dalam keluarga!
Bagi Anda yang sedang berfikir untuk
menghindari prahara tersebut, berikut adalah kiatnya:
Mempersiapkan Dana Darurat
Syarat
utama sebelum seseorang mulai membuat perencanaan keuangan, adalah membentuk
dana darurat. Dana darurat adalah
tabungan yang hanya dipakai untuk keadaan darurat atau situasi yang terjepit.
Misalnya, antisipasi bila terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kecelakaan
lalu lintas yang menimbulkan biaya rumah sakit atau perbaikan kendaraan yang
ongkosnya lebih besar daripada tanggungan asuransi, atau musibah yang dialami
famili dekat. Jadi harus dipisahkan dari
tabungan yang dipakai untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya adalah tidak melakukan investasi yang beresiko
tinggi jika belum memiliki dana darurat. Karena bila terjadi kerugian, bisa menimbulkan kebangkrutan dan belitan
utang yang berkepanjangan.
Besarnya jumlah dana darurat ideal, bagi
yang berpenghasilan tetap maupun yang berpenghasilan tidak tetap adalah:
1. Untuk yang belum berkeluarga
dan berpenghasilan tetap , minimal 3 (tiga) kali dari penghasilan sebulan.
Misalnya: Penghasilan
sebulan : Rp 2.600.000,-
maka, dana darurat yang harus
disediakan: 3 x Rp 2.600.000,- = Rp 7.800.000,-
2. Untuk yang belum berkeluarga
dan berpenghasilan tidak tetap , minimal 3 (tiga) kali dari pengeluaran sebulan.
Misalnya: Pengeluaran
sebulan : Rp 2.600.000,-
maka, dana darurat yang harus
disediakan: 3 x Rp 2.600.000,- = Rp 7.800.000,-
3. Untuk yang sudah berkeluarga
dan berpenghasilan tetap, minimal 6 (enam) kali dari penghasilan sebulan.
4. Untuk yang sudah berkeluarga
dan berpenghasilan tidak tetap, minimal 6 (enam) kali dari pengeluaran sebulan.
5. Untuk keluarga besar dan
berpenghasilan tetap, minimal 9 – 12 kali dari penghasilan sebulan.
6. Untuk keluarga besar dan
berpenghasilan tidak tetap, minimal 9 – 12 kali dari pengeluaran sebulan.
Yang dimaksud dengan keluarga besar adalah keluarga yang memiliki lebih
dari dua anak, atau bisa saja kurang dari dua anak, tetapi harus menanggung
kedua orang tuanya/famili dekat.
Dana darurat sebaiknya
diinvestasikan pada instrumen yang mudah diakses dan liquid (cepat dicairkan), seperti: tabungan, deposito dan reksadana
pasar uang.
Mempersiapkan Mental
Langkah berikutnya yang perlu dipersiapkan
adalah merubah sikap mental dari sikap boros menjadi hemat. Agar kita menjadi hemat, lakukan hal berikut:
Sebelum mengeluarkan uang untuk sesuatu
hal, tanyakan pada hati kecil: Apakah kita memang membutuhkan hal tersebut?
Jika jawabannya iya, lanjutkan kepertanyaan berikutnya: Apakah kebutuhan itu
bisa ditunda? Kalau bisa, jangan keluarkan uang tersebut dari dompet kita!
Menentukan Pengeluaran Bulanan
Untuk menentukan besarnya jumlah
pengeluaran sebulannya, perlu difikirkan dan didiskusikan bersama pasangan
secara realistis untuk masing-masing pos pengeluaran.
Sedangkan berapa jumlah uang yang harus
dialokasikan bagi masing-masing pos pengeluaran, para pakar menyarankan agar
membagi penghasilan yang diperoleh setiap bulannya sebagai berikut:
1. Sisakan 30% untuk cicilan
rutin, misalnya cicilan kendaraan, rumah, bank, asuransi dan sejenisnya. Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah
jangan sampai kita memiliki cicilan setiap bulannya melebihi 30% dari
penghasilan yang diperoleh.
2. Gunakan 30% - 50% untuk
keperluan hidup sehari-hari, seperti: transportasi, gaji pembantu, kebutuhan
sehari-hari, rekreasi, belanja bulanan dan sejenisnya. Bila alokasi penghasilan yang diperoleh
dipakai untuk pos ini masih di bawah 50%, berarti kita sudah tergolong kalangan
yang hidup memadai. Tetapi, bila
penghasilan setiap bulannya lebih dari 50% terpakai untuk pos ini, maka kita
perlu mengkaji lagi pola pengeluaran kita.
Karena aspek
inilah yang bisa dikontrol, sementara
aspek pendapatan sangat
bergantung pada banyak hal. Kecuali bila
kita memiliki banyak kegiatan lain yang bisa memberikan tambahan penghasilan.
3. Sisa dari alokasi tersebut,
sekitar 20% - 40%, gunakan untuk menabung dan investasi. Yang perlu diperhatikan adalah makna menabung
di sini, benar-benar menyimpan uang “lebih” di bank yang tidak dimaksudkan
untuk ditarik setiap saat. Oleh karena
itu, bila saat ini kita baru memiliki satu jenis tabungan, mungkin plus kartu
ATM, maka ada baiknya mempertimbangkan untuk membuka satu rekening tabungan
lagi yang tujuannya benar-benar untuk menabung, tanpa dikotak-katik, paling tidak
dalam kurun waktu tertentu. Dengan
demikian kita minimal memiliki dua rekening tabungan. Untuk rekening tabungan pertama, terserah
kita, namun untuk rekening tabungan kedua, sebaiknya dibuka pada bank yang
memberikan bunga tinggi, tanpa perlu memiliki kartu ATM dan setiap bulan kita
tempatkan uang di rekening itu dalam jumlah tertentu secara rutin. Dan kita juga bisa lho, menempatkan dana
darurat di rekening tabungan ini. Terakhir, jika kondisi keuangan memadai,
mungkin setiap bulan kita bisa sisihkan untuk melakukan investasi. Tetapi jika kondisi keuangan belum memadai,
kita bisa menempatkan uang untuk investasi tersebut ke rekening tabungan yang
tidak bisa diganggu gugat. Setelah kurun
waktu tertentu dan terkumpul cukup banyak, barulah mulai melakukan investasi,
baik di pasar modal maupun alternatif investasi lainnya. Jika kita investor
pemula, pilihlah jenis investasi yang resikonya reltif rendah. Kalau di
instrumen di pasar modal, kita bisa memulai dulu dengan membeli reksadana. Di Luar itu, kita juga bisa mencoba membeli perhiasan emas, coin/ batangan
emas, tanah, properti atau investasi lainnya.
Membuat Rekening Penampung
Bagi Anda yang berpenghasilan tidak tetap,
seperti: seniman, pebisnis, wirausahawan dan sejenisnya, diperlukan membuat rekening
tambahan yaitu rekening penampung.
Fungsinya adalah untuk menutup defisit anggaran manakala penghasilan
yang diperoleh di bulan tertentu lebih kecil dari pengeluaran bulanan. Sebaliknya bila penghasilan pada bulan
tertentu lebih besar dari pengeluaran bulanan, sisanya dapat digunakan untuk
mengembalikan posisi dana di rekening penampung sesuai dengan jumlah asal. Hal ini dilakukan mengingat penghasilan yang
diperoleh dari orang yang berpenghasilan tidak tetap adalah tidak menentu,
adakalanya besar dan adakalanya sebaliknya.
Besarnya tabungan yang di simpan di
rekening penampung ini dapat ditentukan dengan rumus: 2 kali jumlah (Tabungan
rutin + cicilan rutin + pengeluaran rutin – penghasilan minimum). Yang dimaksud dengan penghasilan minimum
adalah penghasilan yang bisa didapat dalam kondisi normal. Pada kalangan profesional, wirausahawan atau
pebisnis, biasanya dapat memprediksi bahwa dalam setiap bulan ada penghasilan minimum tertentu yang
bisa diperoleh. Ada istilah
“seapes-apesnya atau sesial-sialnya bisa dapat sekian”. Prediksi ini biasanya masih di bawah
kebutuhan untuk pengeluaran bulanan.
Rekening penampung ini sebaiknya di simpan
pada bank yang memiliki fasilitas ATM.
Yang perlu diingat, dana yang terdapat pada rekening ini harus terus
diupayakan stabil jumlahnya sesuai dengan rumus di atas.
Pada akhirnya, mengelola keuangan keluarga
adalah suatu cara bagaimana mengendalikan keuangan demi kesejahteraan
hidup. Perlu diingat pula, sebuah
rencana tidak cukup hanya dibuat tetapi juga perlu dijalankan dan dievaluasi
pelaksanaanya secara rutin, minimal setahun sekali. Silahkan Anda renungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar