Kamis, 25 Oktober 2012



TAKTIK MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA
Secara sederhana, mengelola keuangan keluarga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan merencanakan keuangan untuk  mencapai tujuan keuangan keluarga.  Tujuan keuangan keluarga, sama artinya dengan tujuan keuangan bersama suami/istri, yaitu bagaimana agar kita mampu hidup memadai dan memberikan rasa aman serta kepastian bagi masa depan keluarga kita.
Kesalahan besar yang umumnya dilakukan orang adalah tidak mengelola keuangan keluarga secara lengkap.  Padahal kita tidak bisa menutup mata bahwa kebutuhan hidup yang memerlukan pengeluaran dana sangatlah beragam, mulai dari pengeluaran yang bersifat rutin, juga pengeluaran yang sifatnya tidak terduga.
Karenanya penting untuk mengetahui taktik mengelola keuangan keluarga secara lengkap dan bijak.  Jika tidak, berapapun penghasilan yang kita miliki, kita bisa kena Over Spending Salary Syndrome yang membuat kantong bolong sebelum akhir bulan, dan bersiaplah menghadapi datangnya prahara ekonomi dalam keluarga!
Bagi Anda yang sedang berfikir untuk menghindari prahara tersebut, berikut adalah kiatnya:

Mempersiapkan Dana Darurat
            Syarat utama sebelum seseorang mulai membuat perencanaan keuangan, adalah membentuk dana darurat.  Dana darurat adalah tabungan yang hanya dipakai untuk keadaan darurat atau situasi yang terjepit. Misalnya, antisipasi bila terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan biaya rumah sakit atau perbaikan kendaraan yang ongkosnya lebih besar daripada tanggungan asuransi, atau musibah yang dialami famili dekat.  Jadi harus dipisahkan dari tabungan yang dipakai untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah tidak melakukan investasi yang beresiko tinggi jika belum memiliki dana darurat. Karena bila terjadi kerugian, bisa menimbulkan kebangkrutan dan belitan utang yang berkepanjangan.
Besarnya jumlah dana darurat ideal, bagi yang berpenghasilan tetap maupun yang berpenghasilan tidak tetap adalah:
1.    Untuk yang belum berkeluarga dan berpenghasilan tetap , minimal 3 (tiga) kali dari penghasilan sebulan.
Misalnya: Penghasilan sebulan  : Rp 2.600.000,-
maka, dana darurat yang harus disediakan: 3 x Rp 2.600.000,- = Rp 7.800.000,-
2.    Untuk yang belum berkeluarga dan berpenghasilan tidak tetap , minimal 3 (tiga) kali dari pengeluaran  sebulan.
Misalnya: Pengeluaran sebulan  : Rp 2.600.000,-
maka, dana darurat yang harus disediakan: 3 x Rp 2.600.000,- = Rp 7.800.000,-
3.    Untuk yang sudah berkeluarga dan berpenghasilan tetap, minimal 6 (enam) kali dari penghasilan sebulan.
4.    Untuk yang sudah berkeluarga dan berpenghasilan tidak tetap, minimal 6 (enam) kali dari pengeluaran  sebulan.
5.    Untuk keluarga besar dan berpenghasilan tetap, minimal 9 – 12 kali dari penghasilan sebulan.
6.    Untuk keluarga besar dan berpenghasilan tidak tetap, minimal 9 – 12 kali dari pengeluaran  sebulan.  Yang dimaksud dengan keluarga besar adalah keluarga yang memiliki lebih dari dua anak, atau bisa saja kurang dari dua anak, tetapi harus menanggung kedua orang tuanya/famili dekat.
Dana darurat sebaiknya diinvestasikan pada instrumen yang mudah diakses dan liquid (cepat dicairkan), seperti: tabungan, deposito dan reksadana pasar uang.

Mempersiapkan Mental
Langkah berikutnya yang perlu dipersiapkan adalah merubah sikap mental dari sikap boros menjadi hemat.  Agar kita menjadi hemat, lakukan hal berikut:
Sebelum mengeluarkan uang untuk sesuatu hal, tanyakan pada hati kecil: Apakah kita memang membutuhkan hal tersebut? Jika jawabannya iya, lanjutkan kepertanyaan berikutnya: Apakah kebutuhan itu bisa ditunda? Kalau bisa, jangan keluarkan uang tersebut dari dompet kita!

Menentukan Pengeluaran Bulanan
Untuk menentukan besarnya jumlah pengeluaran sebulannya, perlu difikirkan dan didiskusikan bersama pasangan secara realistis untuk masing-masing pos pengeluaran.
Sedangkan berapa jumlah uang yang harus dialokasikan bagi masing-masing pos pengeluaran, para pakar menyarankan agar membagi penghasilan yang diperoleh setiap bulannya sebagai berikut:
1.    Sisakan 30% untuk cicilan rutin, misalnya cicilan kendaraan, rumah, bank, asuransi dan sejenisnya.  Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai kita memiliki cicilan setiap bulannya melebihi 30% dari penghasilan yang diperoleh.
2.    Gunakan 30% - 50% untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti: transportasi, gaji pembantu, kebutuhan sehari-hari, rekreasi, belanja bulanan dan sejenisnya.  Bila alokasi penghasilan yang diperoleh dipakai untuk pos ini masih di bawah 50%, berarti kita sudah tergolong kalangan yang hidup memadai.  Tetapi, bila penghasilan setiap bulannya lebih dari 50% terpakai untuk pos ini, maka kita perlu mengkaji lagi pola pengeluaran kita.  Karena aspek inilah yang bisa dikontrol, sementara  aspek pendapatan   sangat bergantung pada banyak hal.  Kecuali bila kita memiliki banyak kegiatan lain yang bisa memberikan tambahan penghasilan.
3.    Sisa dari alokasi tersebut, sekitar 20% - 40%, gunakan untuk menabung dan investasi.  Yang perlu diperhatikan adalah makna menabung di sini, benar-benar menyimpan uang “lebih” di bank yang tidak dimaksudkan untuk ditarik setiap saat.  Oleh karena itu, bila saat ini kita baru memiliki satu jenis tabungan, mungkin plus kartu ATM, maka ada baiknya mempertimbangkan untuk membuka satu rekening tabungan lagi yang tujuannya benar-benar untuk menabung, tanpa dikotak-katik, paling tidak dalam kurun waktu tertentu.  Dengan demikian kita minimal memiliki dua rekening tabungan.  Untuk rekening tabungan pertama, terserah kita, namun untuk rekening tabungan kedua, sebaiknya dibuka pada bank yang memberikan bunga tinggi, tanpa perlu memiliki kartu ATM dan setiap bulan kita tempatkan uang di rekening itu dalam jumlah tertentu secara rutin.  Dan kita juga bisa lho, menempatkan dana darurat di rekening tabungan ini.  Terakhir, jika kondisi keuangan memadai, mungkin setiap bulan kita bisa sisihkan untuk melakukan investasi.  Tetapi jika kondisi keuangan belum memadai, kita bisa menempatkan uang untuk investasi tersebut ke rekening tabungan yang tidak bisa diganggu gugat.  Setelah kurun waktu tertentu dan terkumpul cukup banyak, barulah mulai melakukan investasi, baik di pasar modal maupun alternatif investasi lainnya. Jika kita investor pemula, pilihlah jenis investasi yang resikonya reltif rendah. Kalau di instrumen di pasar modal, kita bisa memulai dulu dengan membeli reksadana.  Di Luar itu, kita juga bisa mencoba membeli perhiasan emas, coin/ batangan emas, tanah, properti atau investasi lainnya.


Membuat Rekening Penampung
Bagi Anda yang berpenghasilan tidak tetap, seperti: seniman, pebisnis, wirausahawan dan sejenisnya, diperlukan membuat rekening tambahan yaitu rekening penampung.  Fungsinya adalah untuk menutup defisit anggaran manakala penghasilan yang diperoleh di bulan tertentu lebih kecil dari pengeluaran bulanan.  Sebaliknya bila penghasilan pada bulan tertentu lebih besar dari pengeluaran bulanan, sisanya dapat digunakan untuk mengembalikan posisi dana di rekening penampung sesuai dengan jumlah asal.  Hal ini dilakukan mengingat penghasilan yang diperoleh dari orang yang berpenghasilan tidak tetap adalah tidak menentu, adakalanya besar dan adakalanya sebaliknya. 
Besarnya tabungan yang di simpan di rekening penampung ini dapat ditentukan dengan rumus: 2 kali jumlah (Tabungan rutin + cicilan rutin + pengeluaran rutin – penghasilan minimum).  Yang dimaksud dengan penghasilan minimum adalah penghasilan yang bisa didapat dalam kondisi normal.  Pada kalangan profesional, wirausahawan atau pebisnis, biasanya dapat memprediksi bahwa dalam setiap  bulan ada penghasilan minimum tertentu yang bisa diperoleh.  Ada istilah “seapes-apesnya atau sesial-sialnya bisa dapat sekian”.  Prediksi ini biasanya masih di bawah kebutuhan untuk pengeluaran bulanan. 
Rekening penampung ini sebaiknya di simpan pada bank yang memiliki fasilitas ATM.  Yang perlu diingat, dana yang terdapat pada rekening ini harus terus diupayakan stabil jumlahnya sesuai dengan rumus di atas.
Pada akhirnya, mengelola keuangan keluarga adalah suatu cara bagaimana mengendalikan keuangan demi kesejahteraan hidup.  Perlu diingat pula, sebuah rencana tidak cukup hanya dibuat tetapi juga perlu dijalankan dan dievaluasi pelaksanaanya secara rutin, minimal setahun sekali.  Silahkan Anda renungkan.



UPAYA MENCARI ALTERNATIF BENTUK PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN KOPERASI

Pendahuluan
Koperasi dilihat dari posisinya dalam perekonomian nasional, menduduki posisi yang sangat strategis mengingat koperasi merupakan pelaksanaan dari pesan konstitusional yang dengan santer dilaksanakan bersamaan dengan timbulnya ”orde baru” dalam pemerintah negara RI.  Terlebih pada saat perekonomian nasional mengalami stagnasi seperti saat ini, peranan koperasi semakin mendapatkan tempat.
Sebagai koreksi terhadap kebijaksanaan ekonomi lama yang menempatkan konglomerat sebagai ”engine of growth” yang ternyata lebih membuat rapuh basis ekonomi nasional, koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan, diharapkan mampu memberdayakan ekonomi rakyat yang tangguh dan mandiri terutama bila dilihat dari segi potensinya sebagai sumber penyerapan tenaga kerja dalam mewujudkan aspek pemerataan.
Secara terinci posisi strategis koperasi tersebut antara lain karena:
1.      Berjumlah cukup besar dan terdapat dalam hampir setiap sektor ekonomi.  Berdasarkan pada data yang dapat dihimpun deparetemen koperasi (1988), tercatat bahwa dari 38,9 juta pengusaha, sebanyak 99,8% diantaranya adalah pengusaha kecil dan sebagian lain diantaranya bergabung dalam wadah koperasi yang jumlahnya mencapai 57.511 unit (tergolong aktif sebanyak 44.707 juta orang).  Oleh karena itu, pengusaha kecil dan koperasi memiliki akses besar dalam proses produksi dan konsumsi nasional.
2.      Berpotensi besar dalam penyerapan tenaga kerja terutama dalam hal menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja yang kurang terampil.  Terbukti, ditengah kesulitan ekonomi saat ini justru pengusaha kecil dan menengah (PKM) cukup tangguh dalam menghadapi gejolak ekonomi yang tidak stabil meskipun tak dapat pula dipungkiri bahwa sebagian PKM dan koperasi masih menghadapi kesulitan dalam mengakses pasar, permodalan, teknologi, rendahnya mutu sumber daya manusia, tetapi dalam realitanya juga mampu menunjukan diri sebagai penyedia lapangan kerja terbesar.  Dalam hal ini, dari survei yang dilakukan departemen koperasi dan PKM (1998) diperoleh gambaran dari 225 ribu PKM diidentifikasikan bahwa PKM yang masih bertahan sebanyak 64,1% ; 0,9% bahkan mampu berkembang, dan 31,0% mengurangi kegiatan usahanya, sedangkan 4,0% menghentikan kegiatan usahanya.
3.      Relatif cukup efektif dalam menciptakan kesempatan kerja karena tiap unit investasi pada PKM dan koperasi dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar.  Hal ini mengingat investasi yang ditanamkan pada PKM dan koperasi umumnya lebih bersifat padat karya.
Seperti halnya usaha kecil lainnya, koperasi dalam perekonomian nasional memiliki beberapa keterbatasan yang sangat sesifik, diantaranya adalah belum mampu menghimpun sana sebesar yang diperlukan.  Kebutuhan akan sumber dana diperlukan untuk:
1.      Modal tetap, seperti pembelian mesin dan peralatan, tanah, bangunan dan sebagainya.
2.      Modal kerja, seperti pembelian dan persediaan bahan baku, bahan jadi, memberikan kredit kepada yang berhak dalam hal melaksanakan unit usaha simpan pinjam.
3.      Investasi, dll
Walaupun dana bukanlah satu-satinya faktor yang dominan dalam upaya pengembangan koperasi, tetapi tidak dapat pula disangkal bahwa keterbatasan dana merupakan masalah pokok bagi kelangsungan hidup, kebebasan dan pertumbuhan koperasi.  Untuk memenuhi akan dana tersebut, koperasi dapat memilih berbagai alternatif pendanaan, diantaranya:
§        Pendanaan dari dalam
§        Pola pembinaan kemitraan
§        Pemanfaatan kredit bank
§        Pinjaman interlending
§        Penerbitan saham
Hal yang sangat urgen untuk diperhatikan dalam rangka pemanfaatan dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar koperasi, yaitu harus selalu memperhitungkan antara beban-beban biaya yang harus dipikulnya dengan pendapatan yang diharapkan diperolehnya.
      Untuk menilai efektifitas penggunaan dana, yang terpenting adalh tingkat perpuataran modal usaha (capital turn over).  Cara mengukurnya dapat dengan membandingkan jumlah penjualan bersih dengan modal luar ditambah modal sendiri dalam persen.  Formulasinya adalah sebagai berikut:
Penjualan bersih
                                                      X 100%
Modal sendiri + modal luar
      Apabila hasil yang didapat lebih dari 100%, menunjukan indikasi yang cukup baik, berarti koperasi berada dalam posisi ”undertrading”.  Artinya, usaha dan penjualan koperadi memiliki kesempatan untuk memperoleh keuntungan/laba yang besar, tetapi volume usaha dan penjualannya belum diperbesar.  Ini berarti pula, koperasi tersebut dapat memperbesar volume usaha dan penjualannya dengan mencari bantuan kredit.
      Sebaliknya apabila hasil yang diperoleh dari formulasi tersebut kurang dari 100%, berarti ada ”overtrading”.  Artinya usaha dan penjualan koperasi mengalami kerugian yang terus menerus padahal koperasi yang bersangkutan masih harus memenuhi semua kewajiban-kewajibanny auntuk membayar angsuran pinjaman/angsuran kredit beserta bunganya.  Ini berarti bahwa koperasi tersebut melakukan kegiatan usaha dengan bantuan kredit yang relatif lebih besar.

Pendanaan Koperasi dari Dalam
            Dalam suatu koperasi yang baik, biasanya terdapat upaya dari para anggotanya untuk mengerahkan pendanaan dari dalam koperasi sendiri, sebelum kemudian melihat ada atau tidaknya dana perlengkapan dari luar.  Sebagai langkah awal, pendanaan dari dalam dapat diperoleh melalui simpanan pokok, wajib dan sukarela yang secara terbatas dapat digunakan untuk menjalankan unit usaha ”simpan pinjam”.  Berangkat dari unit usaha inilah pendanaan dari dalam dapat dikembangkan.
Pada beberapa koperasi yang berhasil, upaya menumbuhkan pendanaan dari dalam melalui ”simpan pinjam” dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:
1.      Menetapkan parameter antara jumlah pinjaman dengan jumlah simpanan. 
Secara jelas dimunculkan rasio 1:3 atau 1:5, artinya jika baru menyimpan Rp100.000,00 maka hanya boleh meminjam Rp300.000,00 atau Rp500.000,00.  Pengaturan dengan penggunaan rasio ini dilakukan untuk memacu pemupukan dana dari dalam dan supaya hasrat menabung bisa berkembang dengan baik.
2.      Memberikan balas jasa atas simpanan. 
Walaupun simpanan anggota merupakan sumber dana murah, tetapi untuk memelihara agar hasrat menabung anggota berkembang baik, maka diperlukan balas jasa berupa pemberian bunga atas simpanan yang diberikan, dengan tetap memperhatikan interest income atau pendapatan bunga dari aktivitas pinjaman yang diberikan lebih besar dari pada interest cost atau biaya bunga atas simpanan, sehingga tetap terpelihara margin usaha yang membentuk SHU yang realistis.
3.      Akumulasi Dana Cadangan. 
Pada beberapa usaha yang memerlukan investasi besar dan mempunyai pay back periode yang tinggi, akan aman apabila dana yang digunakan bersumber dari modal sendiri.  Diantaranya adalah melalui dana cadangan yang dibentuk dari Sisa Hasil Usaha yang disisihkan.  Pembentukan dana cadangan ditentukan berdasarkan hasil persetujuan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan batasan minimal 25% dari SHU.  Artinya, koperasi dapat menentukan jumlah prosentase dari cadangan lebih dari 25%, tergantung pada tingkat kebutuhan koperasi terhadap dana.  Pada beberapa koperasi yang masih membutuhkan dana yang besar untuk membiayai kegiatan usaha, dapat menetapkan jumlah prosentase dana cadangan yang tinggi pula.  Sebaliknya, sejalan dengan berkembangnya koperasi menuju ke arah kemapanan, jumlah prosentase dana cadangan tersebut dapat dikurangi untuk dialokasikan pada dana-dana lainnya.  Sehingga, melalui pembentukan dana cadangan, diharapkan stabilitas kegiatan ekonomi koperasi dapat dicapai.
4.      Menetapkan provisi pinjaman
Bagi anggota yang meminjam, dikenakan provisi pinjaman (semisal 2% dari jumlah pinjaman), yang akan ditempatkan sebagai simpanan wajib bagi peminjam tersebut.  Penempatan sebagai simpanan wajib dilakukan untuk mengamankan koperasi dari kesulitan likuiditas keuangan.  Hal ini dikarenakan sifat dari simpanan wajib relatif lebih permanen, sebab penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat anggota keluar dari keanggotaan koperasi.

Pola Pembinaan Kemitraan
Kesungguhan pemerintah untuk mengembangkan usaha-usaha kecil tidak disangsikan lagi.  Pada masa orde baru, hal itu antara lain ditunjukan dengan diadakannya deklarasi Jimbaran yang telah membuahkan suatu kesepakatan bahwa pengusaha besar baik swasta maupun BUMN harus membantu erciptanya kesempatan usaha bagi usaha kecil maupun koperasi, dalam sistem keterkaitan ataupun pola pembinaan lainnya, semisal melalui pembinaan kemitraan.  Pada pemerintahan Megawati hal ini dilakukan melalui Program Bantuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada Usaha Kecil dan Koperasi (UKK).
Bagi koperasi yang sedang mengalami kesulitan pendanaan, pola pembinaan kemitraan dapat dijadikan pilihan alternatif untuk mengembangkan usaha, mengingat bantuan yang diberikan umumnya tidak hanya dalam aspek manajerial, teknologi ataupun pemasaran tetapi juga aspek permodalan.
Pembinaan kemitraan merupakan pola kerjasama diantara pengusaha besar dan kecil dengan prinsip saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan.  Kerjasama itu dapat dilihat dalam tiga tingkat:  Pertama, kerjasama harus dilakukan secara rasional dan sadar, artinya ada keterkaitan usaha antara perusahaan pembina dan koperasi, bukan karena belas kasihan.  Kedua, membantu koperasi dalam segala aspek sehingga dapat menjalankan usahanya secara mandiri dan komersial.  Ketiga, menciptakan kerjasama antara koperasi dengan perusahaan pembina, yang ditandai dengan dipenuhinya supply komponen yang dibutuhkan perusahaan pembina oleh koperasi, sebaliknya koperasipun terbantu dengan adanya kepastian dalam jaringan pemasaran prosuknya.
Dengan adanya pola dimaksud, maka koperasi ditempatkan pada posisi yang sejajar dengan perusahaan pembina, sehingga misi ”kemartabatan” yang diemban dalam memberdayakan ekonomi rakyat dapat terwujud.  Artinya kerjasama itu tidak hanya menempatkan koperasi sebagai obyek ”belah kasih” semata, tetapi dapat mengembangkannya menjadi suatu tata hubungan yang saling menguntungkan, sehingga pada akhirnya diantara kedua belah pihak terdapat kesetaraan dalam posisi tawar menawar.

Memanfaatkan Kredit Bank
Sebagai upaya dalam mendukung pengembangan koperasi dan usaha kecil, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijaksanaan perkreditan baik yang menggunakan fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia maupun yang mengikutsertakan partisipasi perbankan.  Diantaranya koperasi diberi kesempatan untuk memanfaatkan beberapa jenis kredit antara lain:
1.      Kredit Usaha Tani (KUT)
Kredit ini diperuntukan bagi para petani yang memerlukan kredit guna membiayai intensifikasi pad/palawija dalam usaha tetap menjaga kelangsungan swasembada pangan.
2.      Kredit kepada KUD
Kredit ini diberikan oleh BRI atau bank pemberi kredit lainnya dengan kredit likuiditas bank indonesia sebesar 75% dari kredit yang disalurkan.  Besarnya kredit didasarkan atas kebutuhan nyata dan suku bunga dikaitkan dengan suku bunga pasar yang berlaku.
3.      Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya
Seperti halnya dua pola kredit tersebut, kredit ini diberikan oleh BRI atau bank-bank lainnya melalui koperasi primer dengan kredit likuiditas bank indonesia sebesar 75% dari kredit yang disalurkan.  Kredit dimaksud disediakan untuk membiayai kegiatan produktif di luar sektor perdagangan dan jasa.  Besarnya kredit dikaitkan dengan tabungan anggota, dengan maksimum kredit sebesar 30 juta per anggota.  Suku bunga kredit kepada koperasi dikaitkan dengan suku bunga pasar yang berlaku.
4.      Kredit Usaha Kecil (KUK)
Kredit yang diberikan pada koperasi yang dipandang mampu berdiri sendiri.  Suku bunga yang dikenakan ditentukan atas dasar bunga pasar yang berlaku.
5.      Kredit Kelayakan Usaha (KKU)
Kredit khusus yang diberikan kepada pengusaha kecil yang memiliki proyek yang sehat tanpa agunan fisik.  Untuk memperoleh kredit ini, yang dilihat bukan agunan fisik melainkan kelayakan usahanya. 
Bank BUKOPIN sebagai salah satu bank yang didirikan oleh koperasi dan mempunyai misi usaha mengembangkan koperasi dan usaha kecil, menawarkan beberapa alternatif perkreditan yaitu:
1.      Kredit Pedesaan
Kredit pedesaan adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk usaha simpan pinjam KUD guna diteruskan kepada anggota melalui sistem kelompok.  Di dalam 1 KUD, terdiri dari 5 – 10 kelompok, dan masing-masing kelompok beranggotakan 20 – 50 orang
2.      Kredit ICDW Taiwan
Kredit ICDW Taiwan adalah kredit modal  kerja yang diberikan kepada koperasi primer (di pedesaan ataupun perkotaan) untuk diteruskan kepada anggotanya melalui kelompok untuk keperluan produktif dengan mengikuti sistem kredit pedesaan.
3.      Pinjaman Dana Bergulir
Pinjaman dana bergulir adalah pinjaman yang disediakan pemerintah dan bank untuk dipergunakan dalam rangka pengembangan kegiatan usaha kecil, anggota koperasi, anggota kelompok swadya masyarakat (KSM), nasabah lembaga dana dan kredit pedesaan (LKDKP) atau nasabah BPR, nasabah penerima adalah pengusaha kecil anggota koperasi, anggota KSM, nasabah LKDKP dan nasabah BPR yang mempunyai hasil penjualan bruto setinggi2nya Rp300 juta.
4.      Swamitra
Swamitra adalah unit usaha otonom dari kopersi yang bekerjasama dengan bank Bukopin yang berfungsi dan tugas utamanya melakukan kegiatan simpan pinjam baik secara langsung maupun melalui cabangnya/kelompok anggotanya.
5.      Kredit kepada Koperasi (KKOP)
Kredit kepad koperasi (KKOP) adalah kredit modal kerja/investasi dalam rangka pembiayaan usaha agribisnis.
6.      Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA)
Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha anggota yang produktif.
7.      Kredit Pengusaha Kecil Mikro (KPKM)
Kredit Pengusaha Kecil Mikro (KPKM) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja yang diberikan kepada debitur, yaitu orang perseorangan, badan usaha yang berbadan hukum koperasi, atau kelompok perseorangan, yang usahanya memenuhi kriteria usaha kecil atau ciri-ciri usaha mikro.
8.      Kredit Taskin Koppas
Kredit Taskin Koppas adalah suatu fasilitas kredit modal kerja yang disediakan untuk kelompok taskin melalui koppas atau koperasi.

Pinjaman Interlending
Yang dimaksud dengan pinjaman interlending _ meminjam istilah Thoby Mutis_ adalah suatu pola saling pinjam antara koperasi-koperasi primer dan ditata lewat sekunder dan terus ke tingkat induknya.  Dalam interlending ini dipacu adanya ”pooling fund resources” dari koperasi-koperasi yang mempunyai dana yang berlebihan untuk digunakan oleh koperasi yang membutuhkannya melalui tuntunan sekundernya.
Koperasi-koperasi yang diikuti program ini berkewajiban menyerahkan simpanan yang belum mereka gunakan atau karena ada kelebihan simpanan terhadap pinjaman dalam satu kurun waktu tertentu.  Misalnya pada koperasi-koperasi di pedesaan biasanya pada musim tanam ada kelebihan permintaan pinjaman tetapi pada musim panen, simpanannya lebih tinggi dari pada pinjaman.  Sehingga terjadi surplus simpanan.
Surplus simpanan ini dapat segera disalurkan dalam jangka waktu tertentu pada interlending di tingkat sekunder dalam bentuk simpanan sukarrela.  Dari akumulasi simpanan sukarela yang terbentuk, interlending akan mendistribusikan pada koperasi yang membutuhkan.
Pinjaman melalui pola interlending ini memang belum begiru populer, karena pada umumnya hubungan antara organisasi tingkat primer dan sekunder tidak bersifat menunjang maupun melengkapi, sering bahkan justru bersaing.  Tetapi pola ini sesungguhnya bukan hal yang baru dan utopis untuk dilaksanakan, karena di era tahun 80-an telah dipraktekan oleh BK3D (Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah) dan BK3I (Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia) dan terbukti sukses dalam membantu kebutuhan koperasi akan dana.  Dengan demikian terlihat adanya ”cooperative perative financial network” yang sudah terjalin.
Kendatipun baru tahap awal, namun ada semacam terobosan yang mempunyai nuansa tertentu untuk terus dikembangkan.  Sehingga gerakan koperasi melalui organisasi sekunder dan bahkan induknya, turut memikul tanggung jawab dalam mengembangkan organisasi tingkat primer, baik dalam hal memberikan penyuluhan, bantuan administrasi dan manajemen, dukungan permodalan, pemeriksaan dan pelayanan-pelayanan lainnya yang umumnya dilakukan oleh pemerintah.

Penerbitan Saham
Kendatipun tujuan koperasi bukan profit oriented melainkan service oriented, tidak berarti dalam melaksanakan usahanya terlepas dari hukum pasar.  Sebagai pelaku ekonomi, koperasi tidak berbeda dengan pelaku-pelaku lainnya, kelangsungan usahanya tunduk kepada hukum survival perusahaan, artinya perusahaan dapat survive di pasaran bila dalam operasi usahanya ia mampu mencapai dan melebihi break even point (’titik impas’ dari biaya dan revenue).
Dalam kaitan dengan penggunaan danapun, harus dapat menggunakan sumber daya keuangan secara efisien dan layak.  Untuk itu, diperlukan pengukuran melalui rasio-rasio keuangan.  Dalam posisi keuangan under trading (kekurangan dana),  koperasi dapat melakukan fund expansion, dengan menerbitkan saham-saham yang dapat dimiliki oleh anggota koperasi ataupun masyarakat.
            Pemanfaatan yang dapat diperoleh dari pemilikan saham tersebut adalah diberikannya bagian keuntungan berupa dividen yang besar kecilnya tergantung pada SHU yang diperoleh koperasi.  Maka tidaklah salah apabila koperasi memperoleh SHU, karena tujuannya untuk mencapai kemakmuran bersama.  Oleh karena itu tekannya jangan diletakan pada kemakmuran orang per orang.
            Untuk menghindari adanya penguasaan koperasi oleh sekelompok orang tertentu sebagai implikasi dari adanya pemilikan saham, maka prinsip one man one vote yang terdapat pada koperasi tidak harus dikorbankan.  Dengan kata lain, besar kecilnya jumlah saham yang dimiliki, tidak mempengaruhi penguasaan suara dalam menentukan arah kebijakan koperasi.

Penutup
Era reformasi saat ini menuntut adanya kebijaksanaan ekonomi baru yang bercorak kerakyatan, kemandirian dan kemartabatan.  Koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi yang berpihak kepada usaha ekonomi rakyat harus diberikan kesempatan utama, dukungan dan pengembangan usaha seluas-luasnya.  Oleh karena itu keterbatasan dana yang kerap dihadapi banyak koperasi seyogyanya tidak menjadi kendala dalam menciptakan kemandirian usaha.
Berbagai alternatif sumber pendanaan dan pemberdayaan dapat diupayakan, baik melalui upaya pendanaan dari dalam, mengikuti pola pembinaan kemitraan ataupun pemanfaatan kredit bank.  Semuanya itu akan berhasil, apabila didukung oleh adanya keaktifan dari koperasi yang bersangkutan serta partisipasi dari seluruh anggota.










DAFTAR PUSTAKA


Bahri, Nurdin. 1997. Pengembangan Modal Bergulir Koperasi Melalui Pemupukan SHU Milik Anggota, Kasus Koperasi Luar Negeri. FE UI. Jakarta.

Balitbang BI. 1991. Peranan Bank Sentral Terhadap Sistem Pendanaan Koperasi. Makalah Lokakarya DEKOPIN.

Gupta, UK dan Gaikmad UB. 1982. Pendekatan Manajemen Terpadu Bagi Koperasi Pedesaaan. KKB IKOPIN. Bandung

Hadiwidjaja dkk. 1996. Sekilas Tentang Modal dan Kemandirian Koperasi. Pionir Jaya. Banung

Palallo, Karel. 1999. Peranan Bank BUKOPIN dalam Mendukung Pemberdayaan Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi. Makalah seminar Nasional FE Untirta.

Riyanto, Bambang. 1984. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Penerbit Gajah Mada. Yogyakarta.

Mutis, Thoby. 1991. Pendanaan Koperasi dari Dalam. Makalah Lokakarya DEKOPIN.









Teknik Menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah
Oleh : Atik Atiatun Nafisah

Pertemuan ilmiah yang akhir-akhir ini marak digelar, merupakan fenomena positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan jabatan.  Selain dapat meningkatkan kualitas keilmuan dan keterampilan teknis, juga saat ini merupakan ajang untuk memperoleh sertifikat guna penambah angka kredit jabatan.  Lebih dari itu, pertemuan tersebut diharapkan akan menumbuhkan pola pikir kritis, peka dan sikap tanggap dari peserta terhadap masalah-masalah pembangunan.
Dari berbagai temu ilmiah yang diadakan, sering terlihat adanya tata cara, prosedur dan teknik penyelenggaraan tidak sesuai dengan bentuk temu ilmiah yang sedang diselenggarakan.  Tidak jelas apakah berbentuk seminar, diskusi panel ataukah simposium.  Ketidakjelasan tersebut apabila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan hasil yang tidak sesuai dengan target sasaran, juga merupakan penghamburan sumber daya dan dana yang tersedia.
Untuk menghindari hal tersebut, berikut dijelaskan beberapa bentuk pertemuan ilmiah serta tujuan dan teknik penyelenggaraannya berdasarkan pedoman umum yang telah dibakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Ceramah
Ceramah merupakan suatu penyampaian informasi yang dilakukan secara lisan mengenai suatu topik tertentu.  Tujuannya untuk memberikan informasi secara teratur/menjelaskan masalah.
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Pembicara dapat bersifat tunggal, berkompeten dalam topik yang telah ditentukan;
b.    Waktu penyampaian ceramah antara 30 hingga 60 menit;
c.    Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta.

Diskusi Panel
Diskusi panel adalah suatu diskusi yang dilakukan panelis mengenai suatu topik tertentu.  Tujuannya untuk membahas suatu topik tertentu secara mendalam, dan diharapkan pembahasan ini dapat diikuti oleh hadirin untuk diambil manfaatnya.
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Moderator membuka diskusi, mengumumkan topik diskusi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai, memperkenalkan para panelis, dan membacakan aturan main diskusi;
b.    Panelis berjumlah 3 hingga 6 orang;
c.    Panelis secara bergiliran menyampaikan gagasan, pendapat, atau pengalaman sesuai dengan jatah waktu yang diberikan kepadanya;
d.    Setelah semua panelis menyelesaikan pembicaraan, moderator mengatur jalannya diskusi antar panelis.  Panelis yang satu akan menanggapi atau menanyakan butir2 tertentu berkaitan dengan gagasan, pendapat atau pengalaman panelis lain.  Sementara itu, panelis lain akan menjawab, menerangkan atau mempertahankan pendapatnya.  Sedangkan peserta hanya mengamati jalannya diskusi sebagai penonton dan pendengar;
e.    Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta kepada panelis melalui moderator;
f.      Terakhir, moderator merangkum hasil diskusi dengan jalan menyatakan butir2 yang sama2 disepakati, yang tidak disepakati dan yang masih menimbulkan perbedaan pendapat.
Seminar
Seminar merupakan pertemuan suatu kelompok yang dengan sistematis mempelajari suatu topik di bawah pimpinan seorang akhli dan berwenang dalam bidang tersebut.  Secara umum, yang dibicarakan dalam seminar adalah masalah kebijaksanaan yang akan dipakai sebagai landasan bagi masalah2 yang bersifat teknis.  Tujuannya untuk mencari kesepakatan dan bantuan pendapat dalam mengungkapkan, menganalisa, memberikan kesimpulan dan saran suatu masalah.
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Peserta seminar terdiri dari 5 hingga 30 orang yang mempunyai latar belakang dan pengetahuan yang sama;
b.    Lama waktu untuk suatu seminar berkisar 2 jam;
c.    Seminar dipimpin oleh pimpinan sidang yang bertugas membuka seminar dan menyampaikan kata pengantar untuk menjelaskan tujuan dan masalah yang akan dibahas dalam seminar ini;
d.    Setelah itu pemrasran yang telah mempersiapkan diri, menyampaikan laporan hasil penelitian atau berbagai aspek dari topik seminar;
e.     Selanjutnya kepada peserta diberikan kesempatan untuk menanyakan hal yang kurang jelas, dilanjutkan dengan diskusi untuk mensitesa laporan yang dikemukakan, atau menyampaikan pendapat;
f.      Terakhir, pimpinan seminar menyimpulkan hasil seminar dan memperbaiki berbagai kekeliruan yang mungkin terdapat baik dalam laporan maupun diskusi.

Simposium
Simposium merupakan suatu pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda, tetapi saling berkaitan tentang suatu topik.  Tujuannya untuk memberikan informasi suatu topik atau masalah tertentu dengan cara lebih terorganisir dan dalam rangka membahas dari berbagai aspek.
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Pembicara berjumlah 2 – 4 orang, masing-masing berbicara dalam jangka waktu 5 hingga 30 menit;
b.    Moderator membuat rangkuman tentang hal yang dibicarakan;
c.    Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta.

Kolokium

Berbeda dengan simposium, kolokium tidak diawali ceramah.  Para akhli yang diundang hanya memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan wakil dari peserta mengenai topik yang telah ditentukan
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Nara sumber/akhli berjumlah paling sedikit 1 orang;
b.    Wakil dari peserta berjumlah 3 hingga 4 orang yang bertugas mengajukan pertanyaan opini, tanggapan dan melemparkan ”issue” untuk dibahas para akhli;
c.    Moderator bertugas mengarahkan jalannya pertemuan, sedangkan peserta lain hanya ikut mendengarkan.

Workshop/Lokakarya
Lokakarya merupakan pertemuan yang khusus dihadiri oleh sekelompok orang yang pekerjaannya sejenis. Sebab, yang dibicarakan adalah masalah teknis yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.  Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta dengan menggunakan berbagai jenis metode pertemuan ilmiah. 
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Peserta lokakarya antara 20 hingga 30 orang atau lebih;
b.    Lama lokakarya sangat bervariasi, dapat 1 hari atau lebih;
c.    Topik lokakarya lebih ditentukan oleh pesertanya berdasarkan minat dan kebutuhan mereka sendiri, namun dapat pula berdasarkan penugasan dari organisasi;
d.    Lokakarya dimulai dengan penyampaian pandangan oleh para akhli yang biasanya dituangkan dalam bentuk makalah.  Pengarahan diberikan dengan teknik ceramah, pemutaran film, demonstrasi dan sebagainya untuk seluruh peserta;
e.    Kemudian peserta dipecah  menjadi kelompok kecil untuk menjalani latihan praktek.  Disamping itu kelompok ini dapat juga menjadi kelompok kerja (workgroup) yang ditugaskan untuk membuat tugas tertentu seperti membuat program, menyusun rancangan peraturan dan sebagainya;
f.      Lokakarya menghasilkan suatu keputusan dan rekomendasi untuk diberikan kepada pemberi tugas.

Penataran
Penataran merupakan pertemuan dengan tujuan agar sekumpulan pengetahuan dan atau keterampilan dilimpahkan kepada peserta, atau serangkaian topik yang diajukan untuk dijadikan pertimbangan mereka.
Teknik penyelenggaraannya:
a.    Peserta penataran antara 20 hingga 30 atau bisa lebih;
b.    Lama penataran bervariasi, dapat 1 hari atau lebih;
c.    Penataran direka dan diselenggarakan oleh para profesional khususnya dalam hal memberikan informasi dan keterampilan yang akan diajarkan;
d.    Pengarahan dapat dibagi dalam tiga bagian: sesi pleno, sesi praktek dan diskusi kelompok.
e.    Dalam sesi pleno, bahan yang disampaikan dilakukan melalui ceramah, film dan pameran.  Dalam sesi kelompok, diadakan diskusi agar peserta mendapat pengalaman langsung dalam memimpin dan berperan serta dibawah pengawasan pimpinan penataran.
Perbedaan pokok antara penataran dan lokakarya adalah, pada penataran terjadi limpahan vertikal dari penyelenggara kepada peserta, sehingga bertambah pengetahuan/keterampilannya.  Sedangkan lokakarya mengundang peserta untuk bekerja dalam kelompok dan menyusun hasil bersama

Santiaji (Breefing)
Santiaji adalah suatu bentuk penyampaian informasi searah dari atasan kepada anggota atau orang yang dinaunginya, terutama yang menyangkut masalah kebijaksanaan.  Tujuannya adalah agar kebijaksanaan yang berlaku didalam lembaga atau kelompok yang dipimpinnya dapat dilaksanakan oleh para anggotanya atau orang yang bernaung di bawahnya. 
Teknik Penyelenggaraannya:
a.    Peserta dapat berjumlah besar
b.    Waktu yang diperlukan umumnya singkat;
c.    Penyampaian informasi sifatnya searah;
d.    Tanya jawab dimungkinkan hanya dalam rangka memperjelas kebijaksanaan dan pengamanan pelaksanaaan kebijaksanaan tersebut. 
Rapat Kerja
Rapat kerja adalah pertemuan wakil-wakil eselon dari suatu instansi untuk membahas masalah yang berkaitan dengan tugas/fungsi instansi tersebut.  Tujuannya berusaha menghasilkan keputusan untuk dilaksanakan
Teknik Penyelenggaraannya:
a.    Peserta antara 20 hingga 30 orang atau lebih;
b.    Waktu yang diperlukan bervariasi, dapat 1 hari atau lebih;
c.    Rapat kerja biasanya dipimpin langsung oleh kepala instansi;
d.    Masalah yang dibahas adalah program kerja yang akan dilaksanakan;

Konfrensi
Menurut ensiklopedia Indonesia, konfrensi berarti pembicaraan, rapat atau permusyawaratan antara wakil-wakil berbagai negara untuk membahas kepentingan bersama.   Tujuannya adalah untuk mencari jalan keluar dalam menyelesaikan suatu masalah
Teknik Penyelenggaraannya:
a.    Peserta dapat berjumlah besar
b.    Waktu yang diperlukan umumnya lebih dari 1 hari;
c.    Konfrensi diadakan bila dalam suatu organisasi muncul masalah serius yang perlu dilakukan tindakan penyelesaian;
d.    Waktu yang ada lebih banyak digunakan untuk menentukan cara yg paling baik dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah.  Bila perlu, penentuan cara terbaik itu harus melalui pemungutan suara dari peserta konfrensi.


Kongres/Muktamar
Kongres/Muktamar adalah rapat besar, yang dihadiri oleh wakil-wakil dari semua cabang suatu organisasi.  Tujuannya adalah untuk memilih ketua umum baru atau juga menentukan garis-garis besar program organisasi untuk masa sekian tahun ke depan.
Teknik Penyelenggaraannya:
a.    Peserta dapat berjumlah besar, ratusan bahkan ribuan;
b.    Waktu yang diperlukan umumnya lebih dari 1 hari;
c.    Kongres/Muktamar biasanya diselenggarakan setiap 5 tahun sekali
d.    Penentuan keputusan dilakukan secara musyawarah.  Jika diperlukan, dapat  melalui pemungutan suara dari peserta kongres/muktamar.

Sarasehan
Sarasehan adalah model rapat yang sifatnya mendekati santai.  Tujuannya untuk mencari kesepakatan dan bantuan pendapat dalam suatu masalah.
Teknik Penyelenggaraannya:
a.    Peserta antara 10 hingga 20 orang atau lebih;
b.    Waktu yang diperlukan umumnya singkat;
c.    Untuk mengesankan situasi santai penuh keakraban, para peserta duduk lesehan di karpet sambil minum kopi dan makan makanan kecil;
d.    Sarasehan biasanya dipimpin oleh pihak penggagas;
e.    para peserta dapat bebas menyampaikan pendapat dan pengalamannya seputar topik yang telah ditentukan;
f.      Penentuan keputusan dilakukan secara musyawarah.  Jika diperlukan, dapat  melalui pemungutan suara dari peserta.
Debat
Debat adalah tukar fikiran tentang suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat.  Tujuannya untuk mempertahankan dan meyakinkan orang lain bahwa pendapatnya layak diterima
Teknik Penyelenggaraannya:
a.    Moderator membuka dan mengumumkan acara, tujuan yang ingin dicapai, memperkenalkan para pembicara, dan membacakan aturan main acara;
b.    Debat dapat dilakukan satu lawan satu, atau kelompok lawan kelompok;
c.    Pembicara secara bergiliran menyampaikan gagasan, pendapat, atau pengalaman sesuai dengan jatah waktu yang diberikan kepadanya;
d.    Selanjutnya, moderator mengatur jalannya debat antar pembicara atau kelompok.  Pembicara yang satu akan berbicara kepada lawan untuk membela sikap, pendirian, pendapat atau rencana dan melawan sikap,  pendapat atau rencana lawan.    Karena itu, pembicara biasanya menyampaikan alasan, bukti dan contoh yang sulit dibantah.  Sementara itu, pembicara lain dan kelompoknya juga berusaha menolak dengan menunjukan kelemahan dan kekurangan usul yang telah disampaikan lawan, serta berusaha untuk mempertahankan pendapatnya. 
e.    Terakhir, moderator merangkum hasil debat dengan jalan menyatakan butir-butir yang sama-sama disepakati, yang tidak disepakati dan yang masih menimbulkan perbedaan pendapat.  Sedangkan penentuan keputusan dilakukan bermacam-macam, tergantung pada jenis debat yang dilaksanakan. 
Sebagai simpulan, sebelum menentukan bentuk pertemuan ilmiah yang akan diadakan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang berkaitan dengan: tujuan pertemuan, sasaran yang dicapai dan sarana yang tersedia.  Untuk menghindari ”salah kaprah” yang kerap dilakukan dalam penyelenggaraann pertemuan ilmiah, sebaiknya pimpinan/ketua penyelenggara terlebih dahulu memberikan petunjuk teknis mengenai ketentuan dan metoda penyelenggaraan pertemuan ilmiah kepada pihak-pihak yang terkait didalamnya.  Sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan sasaran yang diharapkan.

Daftar Pustaka
Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Grasindo.